DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Selasa, 15 Mei 2018

SOGNANDO PALESTINA





Perang, kekerasan, ketakutan.
Dibalik itu tersimpan persaudaraan, cinta dan persahabatan.
Sekelompok remaja Palestina, memutuskan untuk bertahan hidup dan bertahan dimasa sulit. Masa berkobarnya rasa balas-dendam, bom bunuh diri dan pengusiran. Meskipun demikian, mereka berusaha menjalani kehidupan yang normal, penuh solidaritas, dan keceriaan. Padahal setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi siapa saja. Satu-satunya senjata untuk bertahan adalah jiwa yang tegar dan keinginan untuk berjuang sampai titik-darah penghabisan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------


Kesan pertama saya saat membolak-balik sampul buku kecil dan tipis ini adalah buku ini pasti menggambarkan tentang heroisme orang-orang Palestina melawan militer Israel yang penuh dengan kisah tragis dan hanya tentang pertumpahan darah, apalagi tulisan kecil disampul buku ini yang menjelaskan bahwa buku ini adalah “Kisah tentang Persahabatan, Cinta, dan Perang”. Kesan itu terlihat semakin kuat saat saya melihat dan membaca-baca sinopsis, berbagai tulisan dan opini juga pujian disampul buku ini. Kesan pertama saya tentang isi dan alur buku ini masih bertahan saat saya membuka dan membaca lembaran-lembaran pertama yang berupa ucapan terima kasih penulis dan puisi pembuka yang dikarang oleh penyair tanpa nama tentang Palestina yang kental dengan unsur peperangan. Namun, kesan itu sirna saat saya membaca bagian pertama buku ini yang diawali dengan percakapan, tepatnya pertengkaran kecil, khas sekelompok sahabat yang sudah lama berteman. Mereka tidak membicarakan tentang perang atau peluru atau batu atau mortil, melainkan tentang bahaya rokok bagi kaum remaja!

Percakapan demi percakapan antar sahabat ini semakin menarik. Keunikan dari buku ini adalah dibuka oleh banyak sekali percakapan sehingga sejak awal membaca saya seperti berada ditengah-tengah sekelompok orang Palestina dan menonton mereka berbicara dengan bahasa, yang anehnya, bisa saya mengerti. Saya terpesona dengan apa yang saya pikir sedang terlihat didepan mata saya, yaitu kehidupan keluarga Palestina yang menjalani kehidupan sehari-hari dengan bercengkerama, belajar, dan bertengkar soal sepele. Mereka tertawa dan hidup bersahaja dengan normal, kehidupan normal menurut anggapan mereka. Namun, kesederhanaan yang tampak normal itu tiba-tiba sirna dilembaran-lembaran selanjutnya oleh kejadian-kejadian yang melibatkan senjata, peluru yang berhamburan, dan mortil, yang tiba-tiba membuyarkan khayalan indah saya tentang kehidupan normal mereka menjadi sebuah kesadaran bahwa kenyataan tentang keadaan yang mengerikan yang kengeriannya tidak diceritakan dalam percakapan-percakapan mereka memang benar-benar sedang terjadi disana. Narasi setelah percakapan-percakapan itu mengungkap dan memperjelas situasi perang nan mencekam yang tak mampu diucapkan oleh para tokoh dengan kata-kata walau sedikit bisa ditutupi oleh tawa mereka.

Randa Ghazy menceritakan dengan sangat nyata bahwa di wilayah yang dilanda perang juga hal-hal yang normal bisa terjadi. Hidup dengan keluarga, memiliki cita-cita, bersekolah, memiliki teman, dan memiliki cinta. Tetapi, semua itu bisa dengan seketika lenyap karena sebuah peluru dari moncong senjata tentara Israel atau bahkan hanya sebuah kerikil yang dilemparkan seorang remaja belia Palestina.

Saya sangat tersentuh dan tergugah saat membaca dua kalimat dalam lembaran terakhir novel ini,

Sekarang, Ibrahim berjalan tak tentu arah, tanpa jiwa dan tanpa kesadaran. Dia hidup karena Allah menghendakinya begitu”.

Mereka merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang malang sebab justru merekalah yang masih hidup setelah semua yang normalnya harus mereka miliki telah lenyap. Setelah semua kenormalan itu hilang dari kehidupan mereka, maka, walaupun hal-hal normal itu adalah kehidupan yang sangat-sangat normal dijalani oleh orang-orang merdeka diberbagai belahan dunia, bagi orang Palestina semua hal normal seakan kekal dalam sanubari mereka dalam wujud impian, impian Palestina.

-------------------------------------------------------------------------------------------------


TENTANG PENULIS
“Sognando Palestina” adalah novel yang ditulis oleh Randa Ghazy. Beliau adalah gadis kelahiran Italia tahun 1988 dari pasangan asal Mesir yang berimigrasi di Italia. Novel “Sognando Palestina” yang fenomenal ini adalah novel debutnya yang ditulis saat usianya belum genap 15 tahun.

Randa Ghasy menulis novel debutnya ini dengan menggunakan sumber dari berita-berita di televisi, surat kabar, dan juga dari hasil risetnya sendiri, dan kemudian disertakan dalam kompetisi cerita pendek yang justru mengantarkannya meraih penghargaan “Anugerah Sastra” di Italia. Melalui “Sognando Palestina”, Randa Ghazy dipuji sebagai penulis belia cerdas yang mampu menggambarkan kehidupan sehari-hari warga Palestina dijalur Gaza.

Selain mengarang “Sognando Palestina”, Randa Ghazy juga sebuah novel yang berjudul “Try To Bleed: Four kids, a Train, Life” (2005) dan sebuah cerita pendek yang berjudul “Today I’m not Going to Kill Anyone” (2007) yang beliau tulis untuk membujuk kaum muda Muslim, khususnya di perantauan, untuk meredam radikalisme.

Randa Ghazy melanjutkan pendidikan ke jendjang perguruan tinggi di University of Milan dan mengambil jurusan Hubungan Internasional. Kini, beliau menetap di Milan, Italia.



INFORMASI BUKU

“Sognando Palestina”, yang berarti “Impian Palestina”, adalah sebuah novel karangan Randa Ghazy yang diterbitkan pertama kali di Italia pada tahun 2002 dengan judul asli “Sognando Palestina: L’Amicizia, L’Amore, La Guerra”.

Pasca diterbitkan di Italia, “Sognando Palestina” langsung menuai kontroversi dan dikecam keras oleh kalangan Yahudi Zionis yang menuduh buku ini membenarkan aksi-aksi bom bunuh diri warga sipil Palestina atas fasilitas-fasilitas sipil dan militer milik Israel dan juga atas penembakan-penembakan warga sipil Palestina pada pihak militer Israel sehingga oleh kalangan Yahudi, seperti di Parancis, buku ini diminta untuk dicekal. Namun, buku ini menuai pujian tinggi dikalangan pecinta sastra dan kritikus seperti,

Rizolli (kritikus Italia), yang memuji Randa Ghazy sebagai “Gadis yang sangat cerdas”.

Bahkan penulis Yahudi Israel, David Ben Chaim malah berkata bahwa beliau “Tidak sabar dengan sekuel selajutnya yang luar biasa”.

“Sognando Palestina” juga mendapat pujian tinggi dari berbagai harian ternama seperti:
The New York Times, yang memuji novel ini sebagai “Karya sastra yang luar biasa, langsung meledak dan memberikan perspektif yang berbeda”,
Publisher Weekly, yang menganggap “Sognando Palestina” sebagai “Karya yang ditulis dengan sangat baik dan inspiratif”.
Bahkan, portal berita milik Israel, Israel Faxx News Service (IFNS), mengakui “Sognando Palestina” sebagai “Novel dahsyat disertai penuturan yang hebat tentang penderitaan dan harapan”.

Kini, novel ini sudah diterjemahkan dalam lebih dari 10 bahasa dan diterbitkan di 16 negara dan menjadi Bestseller di Mesir, Israel, Yunani, dan Korea Selatan.

Di Indonesia “Sognando Palestina” sudah diterbitkan untuk dijual secara luas walau, berdasarkan pantauan saya, masih sangat sulit ditemukan di toko-toko buku ternama.


Judul: Sognando Palestina, Kisah Tentang Persahabatan, Cinta, dan Perang
Judul Asli: Sognando Palestina “L’Amicizia, L’Amore, La Guerra”
Negara Asal: Italia
Bahasa Buku: Bahasa Indonesia
Bahasa Asli: Italia
Kategori Buku: Novel
Pengarang (Author): Randa Ghazy
Penerjemah: Z.A Husain Cangkelo
Editor: Ridwan dan Aisyah
Penerbit: Pustaka Alvabet, Jakarta
Diterbitkan di: Indonesia
Cetakan: Februari 2006 (tahun cetakan buku yang dibaca penulis resensi)
Ukuran dan Ketebalan: 11cm x 18cm, 242 halaman
Jenis Sampul: Soft Cover
ISBN: 979-3064-24-2


Informasi Kontak Penerbit
Pustaka Alvabet (anggota IKAPI)
Alamat: Ciputat Mas Plaza, Blok B/AD, Jl.Ir.H. Juanda, Ciputat, Jakarta Selatan
Website: www.alvabet.com
Telepon: (021)74704875,7494032
Faks: 74704875

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Copyrights Artilce: Deleigeven Media
Copyrights Synopsis: Pustaka Alvabet


PENYUSUN:
Penulis Resensi: Devan
Sinopsis oleh: Editorial Pustaka Alvabet
Informasi Penulis oleh: Deleigeven
Informasi Buku dan Penerbit: Devan
Penyunting: Deleigeven dan Juliet
Artikel ini diterbitkan pertama kali oleh: Deleigeven Media


SUMBER:
en.wikipedia.com/randaghazy

Sabtu, 05 Mei 2018

GURU PETRUS KAFIAR




Petrus Kafiar adalah putra daerah Papua yang lahir sekitar tahun 1864 dengan nama Noseni. Beliau lahir di sebuah kampung kecil di bagian utara Pulau Supiori di Kepulauan Biak. Petrus kecil diculik oleh para perompak dari wilayah lain yang ironisnya adalah orang-orang dari sukunya sendiri, suku Biak. Oleh para penculiknya, Petrus kecil diperbudak selama bertahun-tahun. Tetapi, perjalanan hidupnya sebagai seorang budak ini justru membawanya menjadi putra Papua pertama dalam sejarah yang meraih gelar sarjana, dan menjadi guru Injil pertama dari Papua.

---------------------------------------------------------------------------------------------


Buku ini adalah cetakan ketiga (2008) dengan predikat “edisi yang disempurnakan”, tetapi saya justru lebih berharap dapat membaca langsung buku cetakan pertama (1959) yang ditulis langsung oleh F.J.S Rumainum tanpa editan dari generasi milenial.

Saya begitu bersemangat saat pertama kali melihat buku ini. Alasan pertama, saya adalah pengagum dari Petrus Kafiar, dan yang kedua adalah biografi lengkap beliau sangat sulit ditemukan. Jujur, buku ini adalah buku pertama yang fokus membahas tentang Petrus Kafiar yang pernah saya temukan. Saat saya melihat para penerbitnya, yang juga melibatkan pihak pemerintah daerah, saya semakin senang. Tetapi, perasaan senang yang melambung itu langsung jatuh seketika saat saya membaca buku ini. Intinya saya kecewa berat dengan kualitas buku biografi ini, jika masih bisa disebut sebagai buku biografi.

Saya mengagumi sang penulis buku, F.J.S Rumainum, yang adalah Ketua Sinode GKI yang pertama. Saya tahu cerita tentang beliau yang rajin berkelana ke kampung-kampung dan dusun-dusun kecil untuk melayani sebagai pendeta. Dengan susah payah, F.J.S Rumainum mencari data-data dan jejak-jejak para tokoh-tokoh gereja Papua yang nyaris terlupakan. Berkat kerja keras beliau lah orang-orang Papua sekarang ini masih bisa mendengar nama-nama yang berjasa besar bagi Papua dan gereja pra-kemerdekaan yang salah-satunya adalah Petrus Kafiar. Jika beliau tidak teliti, maka orang Papua hanya akan mengetahui nama Petrus Kafiar dan tidak pernah mengetahui nama lahir beliau, yang walaupun itu adalah data yang terlihat sepele tapi sangat penting karena dalam sejarah sebuah nama dari masa-lalu dapat memberitahu banyak hal, termasuk kapan orang ditempat itu bersentuhan dengan orang Eropa, kapan mereka mengenal agama dan sebagainya. Ketelitian F.J.S Rumainum dapat dilihat melalui penanggalan, kalimat pertama yang ditulis orang Papua pada masa itu, barang apa yang ditunjukan Petrus pada orang-orang Papua pada masa itu, dan sebagainya. Namun, kerja-keras F.J.S Rumainum dalam menyusun buku berharga tentang Petrus Kafiar ini diabaikan oleh generasi sekarang.

Anda akan membaca tulisan yang tidak jelas pembukaannya dan bagaimana kisah ini ditutup. Jika pembuka dan penutup sudah sulit disimak maka tentunya kita tidak bisa berharap banyak pada alurnya sebab semuanya kacau balau. Jika anda ingin mencari data tentang Petrus Kafiar dan pekabaran Injil di Pengunungan Arfak dan Kepulauan Biak maka buku ini memang adalah buku yang tepat sebab F.J.S Rumainum sangat teliti memberikan informasi dan menggambarkan apa yang dilakukan oleh Petrus Kafiar saat melayani di wilayah-wilayah tersebut. Namun, jika anda berharap dapat menikmati bacaan biografi tentang seorang tokoh besar yang kisahnya jarang ada maka anda akan kecewa dan pasti kecewa berat, sebab predikat “edisi yang disempurnakan” buku ini ibarat janji abadi para calon pejabat di negeri ini saat kampanye politik mereka: Hanya wacana! Bukannya menyempurnakan, malah merusak kerja-keras F.J.S Rumainum.

Saya sungguh-sungguh ingin sekali menikmati setiap detail informasi dari buku cetakan pertama. Andaikan, buku cetakan pertama karya langsung dari F.J.S Rumainum juga memiliki alur yang tidak menentu seperti buku cetakan ketiga ini, walaupun saya sangat menyangsikan seorang seperti F.J.S Rumainum akan menghasilkan karya demikian, tetapi saya masih bisa memakluminya sebab pada masa itu beliau menulis dan mengeditnya sendiri dengan peralatan, perlengkapan, dan tentunya dengan waktu dan dana yang sangat terbatas. Bandingkan pada masa sekarang, ketika semuanya sudah tersedia dan serba cepat, dengan pendanaan dari pemerintah dan gereja, juga disunting oleh tiga orang penyunting! Hhhhhh………... Saya bisa hanya menghela napas saat membolak-balik lembar demi lembar buku ini.

Kesimpulan yang bisa saya berikan perihal buku cetakan ketiga (edisi yang disempurnakan) ini adalah seraplah data-data dalam buku ini yang dihimpun dengan susah payah oleh F.J.S Rumainum, tetapi saya jamin anda tidak akan bisa menikmati kisah tokoh besar Petrus Kafiar yang sangat saya kagumi ini, bukan karena keterbatasan F.J.S Rumainum pada masa kolonial melainkan karena perasaan nyaman melakukan pengabaian-pengabaian juga pemeliharaan kinerja dan kerja ‘asal-jadi’ yang dilakukan tim penyusun “edisi yang disempunakan” di era milenial.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


TENTANG PENULIS

Buku “Guru Petrus Kafiar” adalah buku yang dikarang oleh tokoh gereja ternama asal Papua, Pendeta F.J.S Rumainum. Beliau adalah seorang Papua yang berasal dari suku Biak. F.J.S Rumainum menjabat sebagai Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua yang pertama (1956-1968). Jabatan sebagai seorang Ketua Sinode merupakan salah-satu jabatan yang sangat bergengsi di Papua pada masa sekarang. Namun pada masanya, GKI di Tanah Papua belumlah semapan sekarang, oleh karena itu seorang F.J.S Rumainum memiliki peran yang besar, terutama keberhasilan beliau menjadikan gereja-gereja di Papua yang dibawah naungan Zending menjadi sinode (persekutuan gereja wilayah) yang mandiri dan terpisah dari Gereja Protestan Maluku (sinode gereja Zending di Kepulauan Maluku). Beliau sudah menjadi pemimpin gereja di Papua sejak masa kolonial (Belanda dan Jepang) dan sangat rajin menjelajah seluruh pelosok Papua untuk memantau perkembangan GKI di Tanah Papua meskipun situasi yang dihadapinya sangat berat. Pada masa perjalanan inilah beliau menyusun buku “Guru Petrus Kafiar” yang data-data tertulis tentangnya sangat sulit, namun F.J.S Rumainum berhasil merangkum cerita-cerita tentang Petrus Kafiar berdasarkan ingatan orang tua-tua dan juga dari cerita turun-temurun tentang Petrus Kafiar yang dilestarikan. Mengumpulkan kisah tentang Petrus Kafiar sangat sulit sebab data-data tertulis yang ada hanya berasal dari laporan tahunan Zending dan daftar mahasiswa Seminari Depok, sedangkan informasi lisan sulit didapat karena Petrus telah meninggal pada 1926 ketika F.J.S Rumainum belum lahir, sedangkan untuk mewawancara keluarga Van Hasselt yang sangat dekat dengan Petrus sudah sangat sulit pada masa itu sebab mereka berada di Belanda dan pada masa itu situasi di Papua sedang tidak stabil akibat Perang Pasifik. Namun, F.J.S Rumainum tidak putus asa dan terus mengumpulkan data dan menyusun buku tentang Petrus. Berkat upaya dan kerja-keras F.J.S Rumainum, kisah tentang Petrus Kafiar dan perjuangan beliau menjadi guru mampu bertahan dan tidak hilang, sekaligus juga menjadi sumber tertulis tak terkira tentang sejarah tokoh-tokoh asli Papua pra-kemerdekaan.



INFORMASI BUKU

Judul asli buku ini adalah “Guru Petrus Kafiar” yang pertama kali diterbitkan pada 1958 ketika Papua belum bergabung dengan Republik Indonesia. Edisi sekarang ini adalah edisi yang disempurnakan yang disusun dan diterbitkan dalam rangka menyambut 100 tahun Pekabaran Injil di Supiori yang jatuh pada tahun 2008.

Buku ini diterbitkan untuk dijual dikalangan terbatas sehingga tidak ada di toko-toko buku ternama. Meski demikian, buku ini bisa dijumpai di toko-toko buku kecil di Papua karena memang buku ini dipasarkan untuk kalangan Kristen di Papua.

Judul: Guru Petrus Kafiar, Putra Papua Pertama Yang Menjadi Guru Penginjil
Judul Asli: Guru Petrus Kafiar
Negara Asal: Indonesia
Bahasa: Bahasa Indonesia
Kategori Buku: Biografi
Penulis: F.J.S Rumainum
Editor: Mecky Korwa; Barend Dimara.Pdt; Dirwan Pangaribuan
Penerbit: Panitia Pekabaran Injil 100 Tahun Emas di Supiori Cabang Manokwari; Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat; Yayasan Triton Papua dari Triton Media Group, Jakarta
Cetakan Pertama: 1959
Cetakan Kedua: 1966
Cetakan Yang Disempurnakan: Maret 2008 (tahun cetakan buku yang dibaca penulis resensi)
Ukuran: 15cm x 21cm
Jumlah Halaman: 117 halaman
Jenis Sampul: Soft Cover

Informasi Kontak Penerbit:
Triton Media Group
Alamat: Jl.Pondok Bambu Batas No.2A, Jakarta Timur
Telepon: (021)8611090, 98271209
Faks: (021)8611090

______________________________________________________________________________

Copyrights Article: Deleigeven Media
Copyrights Synopsis: Deleigeven

PENYUSUN:
Resensi: Deleigeven
Informasi Penulis: Deleigeven
Informasi Buku: Deleigeven
Informasi Penerbit: Deleigeven
Penyunting: Juliet
Artikel ini diterbitkan pertama kali oleh: Deleigeven Media

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------