DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Minggu, 15 Juli 2018

A CELESTIAL BEING




Sepanjang sejarah wanita selalu mendapat tekanan dan sering diabaikan hak-haknya. Sejarah juga mencatat perlakuan-perlakuan tidak adil dan bahkan kekejaman-kekejaman pada wanita yang tidak terhitung banyaknya. Lalu, adakah kehadiran agama justru memperpanjang daftar gelap itu ataukah justru menjadi garda terdepan yang melindungi wanita?

-------------------------------------------------------------------------------------------------


“A Celestial Being” adalah buku tentang status dan hakekat wanita dalam sudut pandang Islam khususnya dari sudut pandang ulama-ulama Islam di Iran. Walaupun tipis tetapi buku ini membahas lengkap perihal wanita dalam sudut pandang Islam, yang dimulai dari pembahasan tentang HAM khusus poin tentang wanita dan kemudian dengan detail membahas dan menjelaskan tentang ajaran Islam tentang status wanita, tidak lupa juga membahas tentang peran muslimah-muslimah tangguh dalam sejarah Islam.

Ada satu perikop judul dalam buku ini yang menarik perhatian saya, “Men and Women Equal in Humanity”. Kalimat ini sangat jarang saya lihat dalam buku-buku agama di Indonesia, yang katanya adalah negara moderat, tetapi justru saya temukan dalam buku terbitan negara Islam konservatif seperti Iran. Hosseini sangat cerdas menjelaskan tentang persamaan hak antara pria dan wanita dalam ajaran Islam yang masing-masing tentunya memiliki perbedaan, seperti kekuatan fisik dan karakteristik psikologis, sehingga menurut beliau harus mendapat perlakuan yang proporsional tanpa menimbulkan ketimpangan dalam persamaan hak.

Hosseini memang hampir tidak memberikan ilustrasi dalam buku ini yang membantu menjelaskan tulisannya tetapi detail yang beliau berikan sudah sangat membantu. Terlepas dari semua kekurangan, baik dari segi sejarah dan riset pada tafsiran Yudaisme dan Kristen, juga konten-konten yang berlebihan, buku ini sangat bagus untuk memperkaya pengetahuan dan menjawab pertanyaan mengenai hak, kewajiban, status, dan peran wanita menurut Islam.

Meskipun konten buku ini adalah ajaran Islam tetapi Hosseini tidak menyerang agama lain padahal menyudutkan ajaran lain sudah menjadi kebiasaan yang hampir identik dengan buku-buku rohani berbagai agama. Hosseini memang dengan gamblang menentang Zionisme tetapi beliau tidak mengganggu Yudaisme. Namun, Hosseini luput memperhatikan, atau mungkin abai, pada beberapa fakta sejarah dan juga kurang melakukan riset pada doktrin Yudaisme dan Kristen saat melakukan perbandingan pandangan tentang status wanita, khususnya pada masa-masa pra-Islam, yang diklaim oleh Hosseini sebagai era gelap bagi wanita. Cukup banyak fakta sejarah yang menunjukkan bahwa masa pra-Islam, diwilayah Arab atau diluar Arab, tidak secara merata identik dengan masa kegelapan bagi wanita, terkhususnya di Iran.

Kisah Ratu Ester akan sangat familiar jika kita ingin mencari tulisan dalam ajaran Yudaisme dan Kristen tentang peran wanita dalam pemerintahan. Sebagai seorang Iran, Hosseini seharusnya tahu kisah ini sebab suami Ratu Ester, Raja Xerxes, adalah maharaja Persia yang sangat terkenal. Selain Ester ada Deborah, seorang nabiah dan panglima perang yang memimpin bangsa Israel mengalahkan tentara Kanaan. Kedua wanita ini hanyalah bagian dari kisah-kisah panjang tentang wanita-wanita pemimpin dalam kitab-kitab Yudaisme dan Kristen. Meskipun pada masa lalu peran wanita Kristen memang diabaikan akibat berbagai pandangan yang kaku, tetapi berbagai tafsiran dari ajaran Kristen menjunjung kesetaraan hak pria dan wanita, yang diyakini oleh kalangan Kristen telah diawali sejak masa penciptaan Adam dan Hawa. Hosseini memang membahas mengenai penciptaan Adam dan Hawa menurut ajaran Kristen tetapi hanya secara literal tanpa mengikutkan penafsirannya dan malah mengambil kesimpulan yang keliru. Terlebih lagi, Hosseini menyebutkan bahwa dalam ajaran Kristen: Hawa hanya diambil dari tubuh Adam, sedangkan Adam diciptakan dari nafas Tuhan. Sehingga Adam lebih diistimewakan karena diciptakan dari unsur yang kekal sedangkan Hawa dari unsur yang fana. Padahal, menurut Kitab Kejadian Adam juga “diciptakan dari debu fana yang dihembuskan nafas oleh Tuhan”. Unsur “debu” dalam penciptaan Adam tidak akan pernah dihilangkan oleh orang Kristen. Ajaran Kristen tidak menganut pengistimewaan Adam. Menurut ajaran Kristen, Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam karena Hawa memang tidak boleh diciptakan dengan cara yang sama dengan Adam sebab artinya tubuh Hawa terpisah dari Adam padahal doktrin Kristen mengajarkan bahwa pria dan wanita yang sudah menikah adalah ‘satu tubuh’ (= suami-istri harus bersatu). Tubuh Adam yang diambil Tuhan juga bukan dari kepala, agar wanita tidak mendominasi pria, atau juga dari kaki, agar wanita tidak diinjak-injak pria, melainkan dari tulang rusuk yang posisinya berada di tengah, yang artinya wanita setara dengan pria. Tafsiran ini sudah diketahui dengan luas dikalangan gereja era modern dan sangat popular dikalangan feminis Kristen sehingga seharusnya Hosseini tidak mengabaikan hal ini jika ingin mengambil kisah Adam sebagai pembanding.

Selain kesalahan penafsiran ajaran lain, Hosseini juga mengabaikan fakta-fakta sejarah mengenai peran-peran wanita di berbagai bangsa pra-Islam. Mesir memiliki ratu-ratu tangguh seperti Hathsepsut, Nefertiti, dan Kleopatra. Tidak mungkin Hosseini tidak pernah mendengar tentang mereka. Jika Hosseini juga mau membuka buku-buku sejarah Asia Timur maka beliau akan menemukan lebih banyak lagi tokoh-tokoh wanita yang berpengaruh yang berasal dari budaya yang menghormati status sosial wanita. Tiongkok memiliki Maharani Wu Zetian, Jepang yang membanggakan Maharani Himiko, Indonesia juga memiliki Ratu Sima, Dya Pitaloka, dan Ratu Gayatri. Bahkan, Korea kuno pada masa Tiga Kerajaan, khususnya kerajaan Silla, justru menjunjung persamaan hak pria dan wanita baik dalam pergaulan sosial dan juga hak-hak politik. Di kerajaan kuno ini, dalam hal politik, hukum, dan sosial, apa yang pria lakukan pasti bisa dilakukan oleh wanita, entah itu terlibat dalam militer, pemerintahan, bahkan duduk diatas tahta. Semua itu adalah fakta-fakta sejarah yang menunjukan bahwa era pra-Islam diberbagai belahan dunia tidak gelap secara merata bagi wanita.

Hosseini terlalu mengacu pada status sosial wanita di masa Yunani dan Romawi kuno yang memang diperlakukan lebih rendah dari pria, yang tragisnya justru bertahan sangat lama dan menjalar ke seluruh Eropa dan juga dibawa ke koloni-koloni bangsa-bangsa Eropa diseluruh dunia.

Selain minim fakta sejarah sebagai pembanding, ada satu lagi konten dalam buku ini membuat buku ini malah nyaris terlihat seperti buku biografi sebab terlalu banyak membahas tentang profil Ayatollah Khomeini. Memang, Hosseini bermaksud untuk menunjukan bahwa sosok Khomeini adalah tokoh di era modern yang paling menjunjung tinggi status wanita sesuai ajaran Islam, tetapi seharusnya Hosseini membahas tentang aktifitas sosial Khomeini yang berhubungan dengan peran wanita dalam Islam saja ketimbang fokus pada aktifitas politiknya. Kutipan-kutipan kalimat dari pemimpin tertinggi Iran yang sekarang, Imam Khamenei, dalam menyerang Zionisme dan Amerika malah membuat buku ini hampir mirip buku-buku propaganda politik.

Untunglah, Hosseini membahas dengan cukup detail mengenai status dan hak-hak wanita menurut Islam sehingga sebagian besar konten buku ini sesuai dengan judul buku. Hosseini juga dengan tegas menuding budaya barat sebagai salah-satu peradaban yang paling mendiskreditkan wanita, suatu tuduhan yang memang bisa dibuktikan. Juga, menurut beliau feminisme yang kebablasan justru menurunkan martabat wanita, satu pendapat yang sangat saya setujui.

Gerakan feminisme modern adalah lompatan brilian bagi peran dan status wanita di era modern, tetapi, ada aktifitas-aktifitas beberapa feminis yang sangat agresif yang justru malah mendiskreditkan peran dan hak wanita. Sebagai contoh, kita harus menghormati wanita-wanita yang tidak mau berhijab, walaupun mereka adalah minoritas, tetapi itu tidak berarti kita dibenarkan untuk menolak para wanita berhijab, saat mereka menjadi mayoritas. Kalau feminisme menuntut kesetaraan hak pria dan wanita artinya wanita yang berhijab dan tidak berhijab juga memiliki hak yang setara. Jadi, apakah salah jika ada dua orang olahragawati di kompetisi olah-raga internasional, yang satu nyaman berbikini dan yang seorang lagi bangga berhijab? Tentu tidak, sebab mereka memiliki hak yang sama dan bebas menyatakan apa pilihan mereka. Poin inilah yang selalu diabaikan oleh para feminis barat, sebab bagi mereka: Hijab adalah pengekangan. Mungkin hal itu tepat bagi wanita-wanita yang dipaksa berhijab, tetapi pendapat itu sangat tidak tepat ditujukan bagi para wanita yang bangga berhijab, sebab, sesuai dengan pendapat Hosseini: Keadilan itu proporsional.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


INFORMASI BUKU

“A Celestial Being” adalah sebuah buku agama dan sosial yang membahas tentang peran wanita menurut ajaran Islam. Buku ini belum diterbitkan dan dijual secara bebas di Indonesia. Karena penerbitan buku ini bekerja-sama pihak Islamic Culture & Relation Organization (General Office for Women and Family Affairs), sebuah organisasi kebudayaan Iran, maka mungkin anda bisa mendapatkan informasi tentang buku ini melalui Pusat Kebudayaan Iran dengan mengunjungi Kedutaan Besar Republik Islam Iran.

Judul : A Celestial Being: An Introductory to the Status of Women in the Islamic Republic of Iran
Negara Asal : Republik Islam Iran
Bahasa: Inggris
Bahasa Asli: Persia
Kategori: Agama dan Sosial
Pengarang: Sayyed Ebrahim Hosseini
Penerjemah: Massoumeh Mohammadi dan Ayyoub Dehghankar
Penerbit: Alhoda International Publishing Group
Cetakan Pertama: 2015 (tahun cetakan buku yang dibaca penulis resensi)
Diterbitkan di: Teheran, Iran
Ukuran: 14 cm x 21 cm
Jumlah Halaman: 200 halaman
Jenis Sampul: Soft Cover
ISBN: 978-964-439-674-8


Informasi Kontak Penerbit
Alhoda International Publishing Group
Alamat: Teheran, Islamic Republic of Iran, P.O BOX 14155-4363
Telepon: (+98)21-22211211, (+98)21-22206714

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Copyrights Article: Deleigeven Media
Copyrights Synopsis: Devy R


PENYUSUN:
Penulis Resensi: Devy R
Sinopsis: Devy R
Informasi Penulis oleh: Deleigeven
Informasi Buku dan Penerbit oleh: Devy R
Penyunting: Deleigeven & Juliet
Artikel ini diterbitkan pertama kali oleh: Deleigeven Media



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CATATAN PADA PARA PEMBACA:

-Silahkan membaca, mengambil, dan menggunakan artikel ini dalam karya tulis anda tapi CANTUMKAN KREDIT LENGKAP ARTIKEL INI dalam daftar sumber anda dan JANGAN MENYADUR/MENGCOPY-PASTE apalagi MEM-PLAGIAT 100% isi tulisan ini. Kembangkanlah kreativitas dalam penulisan anda.

-Pembaca DAPAT memberikan komentar dengan akun TANPA NAMA (Annonymous).

-Gunakanlah kata-kata yang baku agar komentar tidak dikategorikan sebagai "komentar Spam" secara otomatis oleh google filter machine.

-Harap MEMBACA ARTIKEL INI dan komentar-komentar sebelum anda DENGAN TELITI sebelum berkomentar, karena mungkin pertanyaan anda TELAH DIJELASKAN secara langsung melalui artikel ini, dan juga agar pertanyaan-pertanyaan yang sama tidak ditanyakan secara berulang.

-DILARANG memberikan informasi dan komentar yang melecehkan Suku, Agama, Ras, dan golongan tertentu (SARA) dan mengandung unsur pornografi.

-Kami menerima setiap kritik dan masukan dari para pembaca melalui kolom komentar, namun Setiap komentar yang melecehkan pihak lain, baik pelecehan berbau SARA atau yang mencerminkan FANDOM WAR akan kami HAPUS.

-Setiap komentar dan iklan yang mengandung unsur PORNOGRAFI dan PERJUDIAN, dan ajakan untuk bergabung dalam usaha SIMPAN PINJAM, KREDIT USAHA dan sejenisnya akan KAMI HAPUS karena berpotensi terjadi PENIPUAN.

-Jika anda memiliki informasi tambahan yang berhubungan dengan artikel ini, kami sangat senang jika anda membagikannya pada pembaca yang lain melalui website ini dan kami sangat senang jika anda juga turut membagikan artikel ini pada orang lain.